KADO
VALENTINE
OLEH: RENI SOENGKUNIE
Hari ini merupakan hari
ke-14 di bulan Febuari. Valentine’s day.
Hari yang di gadang-gadangkan orang sebagai hari penuh kasih
sayang. Hari dimana kita mengungkapkan
perasaan sayang kita kepada orang yang kita cinta. Aku menerawang ke penjuru kelas. Ku lihat didepan
kelas bu Asti tengah sibuk menerangkan pelajaran biologi. Entah, kenapa hari ini aku merasa tak
berselera mendengerkan penjelasan tentang jaringan saraf manusia. Aku lebih
asyik memandangi langit di luar kelas. Langit siang ini nampak cerah. Biru di
taburi awan putih yang menggumpal seperti arum manis.
Mendadak aku teringat
perkataan Desi pagi tadi.
***
“Ris,
tahu gak, hari ini aku seneng buanget” kata Desi mengebu-gebu.
Aku
memandang wajah teman sebangkuku ini yang tampak sumringah pagi ini. Aku
mengernyitkan dahi. Seolah berpikir, hal apa yang menyebabkan Desi begitu
bahagia seperti kejatuhan uang satu milyar dari langit.
“
Emang kenapa kamu, Des? Dapet arisan pemuda yah?” tanyaku penasaran.
Desi
tersenyum.
“Terengggggggg….lihat
ini, Ris!” ucap Desi sambil mengeluarkan kotak berbentuk love berwarna pink
beserta sekuntum bunga mawar.
“Tadi
pagi waktu aku mau masukin tasku ke laci, aku nemuin ini di dalam laci meja,
teryata Dimas memberi kejutan buat aku di hari valentine ini, uhhhhhhh,,,seneng
banget deh, Ris” celoteh Desi tanpa jeda.
“Cie…so
sweet banget deh!” ucapku.
Desi
kembali tersenyum. Nampak sekali binar-binar kebahagian di raut wajahnya.
Ternyata benar, hari valentine ini hari yang penuh kebahagian karena
melimpahnya kasih sayang.
“Kamu
di kasih apa sama Akbar?” Desi balik bertanya kepadaku.
Aku
mencibir.
“Jangankan
ngasih hadiah, say ‘I love you’ aja enggak!” ucapku sambil menarik buku biologi dari laciku.
Mendengar
perkataanku itu Desi tertawa terkekeh-kekeh. Tawanya itu seakan menertawaiku
yang tengah ketiban apes.
“Nanti
malem anak-anak pada ngajakin ke pantai Marina, pada mau ngerayain Valentine’s
day, aku mau ngajak Dimas entar, jangan bilang kamu gak ikut yah, Say?” Tanya
Desi.
Aku
menggeleng.
“Males
ah, Des, Akbar pun paling gak mau aku ajak” jawabku.
“Masak
iyah sih, malam ini kamu cuma mau dirumah aja kayak anak bau kencur, kita ini
dah 17 tahun jadi dah bebas mau keluar
malem” ceramah Desi.
“Kalo
emang Akbar cinta sama kamu pasti dia gak bakal nolak ajakan kamu, toh Cuma
satu kali setahun pun” tambah Desi.
“Kamu
tahu sendiri kan, Des, lagi malem tahun baru kemarin aja Akbar gak mau lihat
pesta kembang api” ucapku pasrah.
“Ayolah,
Ris!” bujuk Desi.
“Ya
udah, tar biar aku coba ngomong sama dia!” ucapku.
Aku
tahu betul bagaimana sifat kekasihku itu. Dia cowok pendiam dan jelas sifatnya
jauh berbeda dengan sifat Dimas yang begitu romantis dan humoris. Namun
bagaikan sang permadi, Akbar menjadi idola di sekolah ini. Selain wajahnya
memang boleh di bilang tampan, dia memiliki segudang prestasi di sekolah ini.
Nilai sekolahnya selalu paling bagus, apalagi dia baru saja memenangkan juara
olimpeade sains tingkat provinsi Kepri. Tak heran jika setiap wanita yang
melihatnya akan terkagum-kagum dan ngefans kepadanya. Aku sendiri tak tahu
pasti kenapa cowok seperti akbar bisa suka kepadaku.
“Aku
sudah suka sama kamu sejak kita menjalani masa orientasi siswa dulu, Ris!” kata
Akbar ketika akan menembakku.
Saat
itu aku tak bisa membedakan antara kenyataan dan mimpi. Aku tak percaya seorang
cowok keturun jawa itu mengungkapkan perasaannya kepadaku. Mulutku kelu untuk
berucap saat itu. Hanya anggukan kepala yang mewakili perasaan bahagiaku saat
itu. Aku kira dulu memilikinya hanyalah mimpi di dalam tidur indahku. Namun
kini mimpi itu menjadi benar-benar nyata di hadapanku. Akbar menjadi kekasihku
dan akulah satu-satunya ratu dalam istana cintanya.
Dia
tak seperti cowok-cowok lainnya. Dia tak akan membuka mulutnya hanya untuk
berkata-kata gombal kepadaku. Dia bukan tipe cowok romantis yang pandai
merangkai kata-kata menjadi sebait syair cinta. Dia bukanlah seorang pujangga
yang selalu member kejutan-kejutan yang indah di hari yang spesial. Yah,
termasuk hari ini. Hari yang harusnya aku mendapatkan sepotong coklat dan
selembar surat cinta seperti teman-temanku yang lain.
***
“Heh, kok malah
bengong” seru Desi membuyarkan lamunanku.
“Ayo
kerjain tuh, tugas dari bu Asti” tambah Desi.
Aku
menengok ke papan tulis. Ah, siang ini aku malas sekali menyentuh bukuku. Aku
tak peduli tugas menggambar susunan saraf manusia itu. Toh, paling nanti juga
untuk PR. Aku memandang Desi yang nampak serius menggambar sel-sel saraf itu.
“Beruntung
sekali Desi mendapatkan Dimas!” pikirku dalam hati.
Pandanganku beralih pada seorang cowok
berambut cepak yang duduk di bangku nomer dua dari meja guru. Akbar Prayudha.
Aku tak tahu dengan perasaanku terhadapnya. Dia cowok yang lembut dan penyabar.
Tak pernah selama satu tahun kami pacaran ada sebuah percekcokan diantara kami.
Kadang aku sendiri ingin seperti teman-temankku yang lain. Bertengkar kemudian
putus. Lalu Akbar akan merayu dan memohonku untuk kembali dalam pelukannya. Dia
akan membawakanku sekuntum mawar merah yang merona dan mengajakku menonton film
di bioskop saat malam minggu.
Ah,
namun itu semua hanyalah imajinasiku saja. Akbar tak kan mungkin melakukan itu.
Selama aku mengenalnya tak pernah sekalipun ku dengar dia berkata kasar
kepadaku, semua kata-kata yang keluar dari mulut tipisnya itu selalu halus.
Selain itu dia cowok penyabar dan pengalah. Dia selalu saja diam kala aku
sedang marah. Dia selalu bersikap tenang dan dewasa.
Pandanganku
tak lepas dari tubuh besar Akbar. Aku begitu mencintainya namun aku ragu dengan
kesungguhannya itu. Aku heran kenapa dia tak pernah marah dan sedikitpun tak
pernah ingin bertengkar denganku.
“Apa
dia benar-benar mencintaiku?” perasaanku menjadi tak menentu dengan
pertanyaan-pertanyaan yang mulai memenuhi otakku.
Aku
jadi ragu dengan cinta Akbar untukku.
***
Sepulang
sekolah aku langsung keluar dari kelas tanpa menunggu Akbar membereskan
laporan-laporan praktikumnya. Aku masih kesal kepadanya bila ingat kejadian
istirahat tadi. Tanpa memberi alas an sepatah kata pun Akbar menolak ajakanku untuk
ikut ke pantai marina malam ini. Padahal aku ingin seperti teman-temanku yang
lain merayakan malam valentine di pantai bersama orang yang ku cintai.
Aku
duduk di tepi jalan untuk menunggu angkutan. Aku tak mau menunggu Akbar dan
pulang bersamanya hari ini. Biarlah, aku benar-benar benci pada Akbar. Dia tak
pernah mau memahami perasaanku.
Tak
beberapa lama sebuah motor matic berplat BP berhenti didepanku. Motor yang
sudah sangat tak asing lagi untukku.
Akbar menyerahkan helm berwarna putih kearahku. Namun aku hanya diam
membatu.
Akbar
tersenyum dan segera duduk disampingku.
“Masih
marah ya? Baiklah aku minta maaf” ucap akbar mengiba.
Aku
masih terdiam. Aku benar-benar masih kesal padanya. Ku lihat sekolah telah
sepi. Hanya tinggal aku dan Akbar yang masih mematung dalam kebisuaan.
“Kamu
marah yah, gara-gara aku menolak ke pantai marina?” tanyanya lagi.
Aku
menatap wajah Akbar lekat-lekat. Amarahku benar-benar sudah sampai puncaknya.
Ingin rasanya aku maki-maki cowok yang begitu aku cintai ini. Aku ingin tahu
betapa aku tersiksa dengan sikapnya selama ini. Bagaimana mungkin dia masih
bisa bertanya penyebab kemarahanku.
“Kenapa
kamu tak pernah tahu perasaanku!” ucapku setelah lama terdiam.
“Aku
ingin seperti teman-temanku yang lain, mereka selalu bertengkar namun kemudian
baikan lagi, aku juga ingin kita sekali-kali bertengar dan engkau datang padaku
untuk merayuku” ucapku dengan nada tinggi.
Akbar
hanya terdiam tanpa sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.
“Kamu
selama ini hanya diam saat aku marah, mengalah dan terus saja mengalah dengan
sikapku!”
Aku
tak tahu kata-kata ini keluar begitu saja dari mulutku.
“Di
hari valentine ini, jangankan kamu memberi hadiah kejutan padaku untuk
mengatakan ‘I love you’ saja begitu
sulit untukmu, aku juga ingin seperti teman-teman yang lain menikmati malam
valentine bersama kekasihnya” ucapku terbata-bata.
Ada
kelegaan saat aku mengeluarkan unek-unekku ini. setelah aku selesai bicara
kulihat Akbar bukannya marah namun justru
tersenyum kepadaku.
“Ris,
kamu ingat waktu pertama kali aku nembak kamu?” tutur Akbar lembut sambil
merapikan rambutku yang tergerai.
Aku
mengangguk sambil mengatur nafas yang masih terngah-engah.
“Aku
pernah berjanji padamu, akan selalu menjagamu dan tak akan pernah membiarkan
air matamu itu menetes”
“Aku
tak ingin kamu bersedih bila diantara kita tejadi pertengkaran, aku tak mau
hatimu itu terluka oleh perkataanku, dan apalah artinya sebatang coklat, aku
hanya ingin memberikan cinta yang tulus kepadamu bukan hanya hari valentine
saja namun setiap hari sepanjang tahun, aku tak ingin hanya sekedar mengobral
kata-kata cinta padamu seperti orang lain namun aku ingin kamu merasakan
perasaan cinta ini sendiri “
Aku
terdiam. Dan benar benar diam mendengar ucapan Akbar.
“Bagaimana
mungkin aku mengijinkanmu keluar bersamaku saat malam hari, wanita sebaikmu tak
pantas berada di luar rumah saat malam hari, sayang, malam bukan dunia yang
tepat untukmu” tambah Akbar.
Aku
menatap wajah akbar. Aku begitu menyesal telah meragukan kasih sayangnya selama
ini. Aku tak menyangka dia begitu peduli dengan perasaanku.
“Maafkan…”
sebelum aku menyelesaikan ucapkanku Akbar membungkam mulutku dengan tangannya.
Aku
menangis di pelukan cowok yang begitu aku cintai. Kini aku sadar kenapa selama
ini dia memilih diam dan mengalah kepadaku. Tak seharusnya aku merasa iri
dengan teman-temanku yang lain. Cinta dan kasih sayangnya sudah cukup menjadi
hadiah terindah di valentine tahun ini.
Batam, 28 January 2012
Tidak ada komentar