Tiga tahun lalu, sekitar awal April 2016, saya mengadopsi
kucing Persia flatnose long hair. Sebenarnya saya kurang suka memelihara kucing
ras. Selain perawatannya lebih susah, saya lebih suka mengadopsi kucing-kucing
liar. Bukan karena saya benci dengan kucing ras, tentu saja bukan, ini hanya
semata-mata karena saya merasa kasian sama nasib kucing liar. Banyak orang
beranggapan bahwa memelihara kucing ras merupakan sesuatu yang wah, sehingga mereka abai dengan para
kucing liar yang begitu mengenaskan hidupnya yang tinggal di jalanan.
Saya akhirnya berubah pikiran setelah melihat foto seekor
kucing ras berwarna putih dan sedikit corak hitam. Kucingnya besar tapi kurus
sekali. Bulunya gimbal dan dekil. Di matanya terdapat belek dan mulutnya juga
banyak lendirnya. Setelah saya cek profil penjual kucing tersebut, ternyata
pemiliknya orang kampung. Selama ini si kucing ras ini diperlakukan sama
seperti halnya kucing kampung pada umumnya. Dilepas di tanahan yang kotor,
jarang dimandikan, serta makanannya pun asal.
Saya merasa kasian sekali melihat sosok kucing ras tersebut.
Perlu diketahui, bahwa daya tahan tubuh kucing ras dan kucing kampung itu
berbeda. Kucing kampung mungkin bisa saja diperlakukan bebas tanpa perawatan,
karena mereka sudah terbiasa hidup di jalanan yang begitu keras. Tapi tidak
begitu halnya dengan kucing ras, mereka tak bisa diperlakukan seperti itu. Mereka
butuh perawatan khusus.
Singkat cerita, saya membeli kucing tersebut. Saya masih
ingat pertemuan pertama saya dengan kucing ini. Bulunya gembel dan lebih dekil
dari yang saya lihat di foto. Bulunya banyak kutu dan jamur pula. Saat melihat
mata sendunya yang berpapasan dengan mata saya, saya berjanji bahwa saya akan
merawat kucing malang ini dengan sebaik-baiknya. Kucing ini sebenarnya berbadan
besar dan gagah, oleh karenanya saya memberi namanya Bimo. Biar dia kuat dan
sehat seperti halnya Werkudoro.
Saat mengadopsi Bimo ini, saya tengah tak memiliki kucing di
rumah. Karena satu minggu sebelum Bimo datang, kucing saya, Amel, hilang entah
ke mana. Makanya untuk menghilangkan rasa sedih atas hilangnya kucing, saya
memutuskan untuk memelihara seekor kucing baru. Lalu semesta mempertemukan saya
dan Bimo.
Bimo bukan kucing yang cerewet, di awal-awal saya jarang
sekali mendengar dia mengeong-ngeong. Ada kalanya dia menepi dan mengerang. Pertama,
saya menyukur bulu-bulu Bimo. Lalu memandikannya hingga bersih. Saya yakin, di
masa lalu Bimo ini gak keurus. Susah awalnya membiasakan Bimo untuk pup dan pip
di pasir. Dia juga cenderung ceroboh, suka tiduran di tempat-tempat yang kotor
secara sembarangan. Alhasil saya harus rajin memandikannya lagi.
Ada yang gak beres dengan kucing ini. Sejauh yang saya amati,
pupnya Bimo ini selalu encer. Saya awalnya mikir mungkin dia gak terbiasa
dengan makanan barunya, tapi semakin ke sini dia tak menunjukan tanda-tanda
sembuh dari mencretnya itu. Untung Bimo ini minum dan makannya lahap, sehingga
saya tak perlu khawatir dia akan mengalami dehidrasi karena diare.
Hal yang membuat saya kaget lagi adalah saat saya melihat
Bimo kejang-kejang. Dia sering mengalami kejang sekitar 1-2 menit. Dari mulut
dan bagian belakangnya mengeluarkan cairan. Setelah sembuh dari kejangnya pun,
Bimo seolah tak mengenali saya. Dia menepi dan bersembunyi di kolong sambil
mengerang tiap kali saya dekati.
Akhirnya saya membawa Bimo ke dokter. Di sana saya tahu bahwa
Bimo mengalami sariawan akut, hingga ia susah untuk mengeong. Di kupingnya juga
terdapat congek yang disebabkan oleh kutu telinga. Bulunya pun dipenuhi oleh
telur kutu. Bimo sedang tidak baik-baik saja, dia menahan sakitnya selama ini. Saya
rutin membawa Bimo ke dokter dan meminumkan obat setiap hari. Namun masih
sering mengalami kejang-kejang dan diare.
Bimo kucing yang baik, dia selalu menemani saya setiap
harinya. Tiap saya nonton TV, mencuci baju, masak, membaca buku, dan duduk di
teras, dia pasti akan berada di samping saya. Dia kucing yang lucu dan
menggemaskan.
Sekitar 2 tahun lamanya Bimo bersama saya dengan segala sakit
yang ia derita, akhirnya suatu hari Bimo menghilang dari rumah. Saya mencarinya
ke mana-mana, bahkan sudah berkeliling komplek puluhan kali. Ini janggal, tak
biasanya Bimo tak pulang ke rumah. Kalau pun main, dia tahu kok di mana
rumahnya.
Saya terus mencarinya pagi, siang, dan malam. Tapi Bimo tak
juga menunjukan tanda-tanda keberadaannya. Saya masih ingat, sehari sebelum
Bimo menghilang. Dia seharian menemani saya ke mana pun. Dia tiduran di kaki
saya dengan manjanya. Saya gak tahu kalau itu adalah moment terakhir yang saya
nikmati dengan kucing gembul itu. Apakah itu cara Bimo untuk berpamitan pada
saya yah?
Saya sudah mengikhlaskan kepergiannya. Jika memang dia masih
hidup, saya berharap dia bisa menemukan manusia yang lebih baik dari saya. Tapi
jika nyatanya Bimo telah pergi untuk selamanya, saya selalu doakan agar dia
bahagia di sana. Bisa bebas lari-larian tanpa menahan sakitnya lagi.
I miss you, Boy! I always love you.
#Bimo #Catlover #CeritaKucing #Cat
Ya Allah...
BalasHapusKasian... 😢
Sebenarnya dari dulu, saya juga penyuka kucing; kucing kampung dan anggora. Saya juga pernah kehilangan kucing kampung saat masih SD. Tapi, kuncing yang pelihara tidak segede Bimo. Sejak itulah, saya hanya jadi penyuka kucing dan tapi tidak memelihara lagi.