“Di luar negeri mungkin ada superhero yang terkenal dengan sebutan Batman, Spiderman, Ironman, Aquaman, dan man-man lainnya, tapi di India kita juga punya superhero sejati yang bernama Padman, si lelaki pembalut.”
Kurang lebih seperti itulah inti adegan dari sambutan
Amitabh Bachchan dalam acara penghargaan inovasi dalam bidang IT di New Delhi,
India. Artis senior kawakan tersebut hadir di film ini hanya sebagai sebuah
figuran semata, namun kehadirannya seperti sebuah magnet yang mengungkapkan
betapa banyaknya masalah-masalah di India yang belum terpecahkan, termasuk
penggunaan pembalut bagi perempuan yang terbilang rendah. Masyarakat India
masih belum sadar akan bahaya dari penggunaan kain kotor yang digunakan sebagai
pengganti pembalut. Para perempuan pun merasa enggan untuk memakainya karena
harga pembalut yang dirasa masih begitu mahal untuk masyarakat dari kalangan
menengah ke bawah.
Film ini sebenarnya
merupakan adaptasi sebuah kisah nyata dari Arunachalam Muruganantham, Seorang
Padman asal India. Saya tak menyangka bahwa di dunia ini benar-benar ada
seorang Padman nyata. Sungguh saya sebagai seorang perempuan, menaruh hormat
pada lelaki seperti Padman ini. Tentu tak mudah perjuangan seorang Padman di
tengah kehidupan masyarakat yang masih kental memegang budaya patriarki. Di
mana orang-orang masih menganggap bahwa haid adalah sebuah aib. Lantas bagaimana
bisa masalah vital seorang perempuan justru malah menjadi kegelisahan bagi
seorang lelaki?
Padman diperankan secara apik oleh aktor tampan, Aksay
Kumar. Di film ini dia berperan sebagai Laksmikant Chauhan, seorang pandai besi
tak berpendidikan dan sekaligus suami dari Gayatri. Di awal-awal kita akan
disuguhi keromantisan Laksmi dan Gayatri yang merupakan sepasang pengantin
baru. Laksmi begitu mencintai dan menghormati istrinya, nampak sekali kalau
lelaki itu menganggap bahwa istrinya setara dengan dirinya. Dia tak segan
membantu beberapa pekerjaan istri tercintanya.
Laksmi juga dengan penuh kasih sayang membuatkan dudukan
sepeda serta mesin pemotong bawang untuk Gayatri. Pokoknya Laksmi ini suami
idaman bangetlah. Walaupun bagi sang ibu, anak lelakinya ini seperti sudah
kesurupan karena melakukan hal yang dianggap aneh dan tak lazim.
Hingga suatu ketika Gayatri datang bulan dan terpaksa harus
tidur di luar rumah. Masyarakat India masih menganggap bahwa wanita yang tengah
haid itu kotor. Mereka bahkan tak diizinkan untuk dekat-dekat dengan suaminya
ataupun melakukan pekerjaan di dalam rumah. Sehingga sang istri harus tidur di
luar rumah. Laksmi menganggpa bahwa hal itu tidak adil dan aturan ini tak masuk
akal, tapi sang istri tetap kekeh tak mau masuk rumah.
Laksmi semakin merasa sedih saat tahu bahwa istrinya itu
menggunakan kain kotor sebagai pembalutnya. Kain itu pun tidak bisa dijemur
secara langsung, karena harus ditutupi dengan sebuah sari agar tidak terlihat
orang lain. Lalu bagaimana mungkin perempuan menggunakan kain kotor yang basah?
Laksmi akhirnya pergi ke apotek untuk membelikan istrinya pembalut, setelah
diberi tahu oleh dokter bahwa angka kematian bagi perempuan sangat besar diakibatkan
tidak higienisnya pembalut mereka.
Gayatri yang tahu harga pembalut itu 55 rupe, akhirnya
enggan untuk memakai pembalut tersebut. Untuk menyiasati hal tersebut, akhirnya
Laksmi memiliki niat untuk membuat pembalut sendiri. Dia membeli kain dan kapas
di pasar. Berulang kali percobaan pembalutnya ini selalu gagal, gagal, dan
gagal lagi. Semua ini tentu hingga membuat Gayatri malu dan marah pada Laksmi.
“Tak ada penyakit yang lebih hebat bagi seorang wanita
selain rasa malu!” itulah kata-kata yang diucapkan Gayatri ketika dia pergi
bersama orangtuanya, setelah Laksmi ketahuan orang kampung tengah menggunakan pembalutnya
sendiri saat melakukan uji coba dengan cairan merah dan terjun ke sungai suci.
Lakmi hanya ingin melihat istrinya dan saudara-saudaranya
bisa menggunakan pembalut agar dia sehat dan terhindar dari penyakit seperti
yang dikatakan dokter padanya. Tapi sang istri sendiri menganggap bahwa yang
dilakukan Laksmi ini begitu memalukan dan tidak wajar. Tak hanya istrinya, tapi
ibu dan saudara-saudara perempuannya pun juga begitu. Dia bahkan dianggap sudah
gila oleh warga desa.
Akhirnya Laksmi memutuskan untuk pergi belajar ke kota demi
bisa membuat pembalut sendiri. Dia bekerja menjadi pembantu di sebuah rumah seorang
profesor guna menyerap ilmu dari sang profesor. Lalu si anak professor ini
mengenalkan Laksmi pada mesin pencarian Google untuk mengetahui jenis kapas
yang diguankan sebagai pembalut. Tak lama kemudian sang profesor memperlihatkan
mesin pembuat pembalut berteknologi tinggi dan harganya sangat mahal, dia
menyarankan Laksmi untuk tidak bermimpi begitu tinggi. Setelah tahu bentuk dan
kegunaan masing-masing mesin pembuat pembalut, akhirnya laksmi pergi dan
menyewa rumah kosong sederhana.
Dia kemudian meminjam uang untuk membuat alat pembalut sendiri.
Setelah pembalutnya jadi, ia baru sadar bahwa tak ada seorang pun perempuan
yang mau mencobanya. Namun kemudian takdir membuat Laksmi bertemu dengan Pari,
seorang gadis cantik yang suka bermain music. Saat itu Pari tengah datang bulan
dan membutuhkan pembalut. Dialah pelanggan pertama Laksmi.
Berkat pari-lah, Laksmi akhirnya mau mengikuti kompetisi ke
Delhi dan memenangkan sebuah penghargaan dari Presiden serta berfoto dengan
Amitabh Bachchan.
Perjuangan Laksmi untuk membuat perempuan di India
menggunakan pembalut, sungguh luar biasa. Makanya kalau ada lelaki yang malu
untuk membelikan pembalut untuk istri, teman, saudara, atau ibunya, mungkin
perlu menonton film Padman ini.
Tidak ada komentar